Perhatian: ini bukan artikel ilmiah.
Aku tidak pernah terlalu peduli soal isu radiasi telepon selular dapat menyebabkan kanker. Pertama, karena diriku jarang menelpon lama-lama. Kedua, karena belum menemukan bukti ilmiah yang bisa diterima (mencari saja tidak, sudah begitu pilih-pilih pula).
Lalu, bertemulah dengan sebuah artikel menarik di situs Tempo Interaktif, tentang radiasi ponsel. Berikut kutipan pidato pengukuhan seorang guru besar dari artikel tersebut:
Ia membandingkan antara radiasi saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) dengan radiasi yang ada di telepon seluler. “Frekuensi yang ditimbulkan SUTET hanya 50 Hz, jauh lebih kecil dibanding HP yang frekuensinya mencapai 1,8-1,9 GHz,” ujarnya.
Eeeeh…. ? Berdasarkan frekuensi? Lalu bagaimana dengan radio yang frekuensinya diatas 50 Hz, kok tidak ada penelitian yang menyebutkan mendengarkan radio terlalu lama bisa menyebabkan kanker? Apalagi yang masih suka memeluk radio sambil tidur atau dijadikan bantal (ada ya?).
Ok, karena tidak mau dianggap asal bicara, kucari informasi soal ini dengan pertolongan mbah dukun yang ahli mencari apa saja, eh informasi, karena kalau disuruh mencari kucing tetangga yang hilang tidak bisa (beberapa tahun lagi mungkin sudah bisa). Ah ya, ketemu beberapa situs yang berkaitan.
Kadar radiasi yang diserap oleh tubuh diukur berdasarkan Specific Absorption Rate (SAR). Ponsel yang dijual di US harus memiliki tingkat SAR di bawah 1.6 W/kg, sedangkan di EU 2 W/kg. Sayang belum menemukan tingkat SAR maksimal untuk wilayah Asia, tapi seharusnya tidak jauh berbeda.
Produsen ponsel besar bahkan memiliki situs khusus untuk ini seperti Nokia dan Motorola. Pilih area dan kode ponsel maka tingkat SAR dapat diketahui. Hmm, ternyata memang berbeda-beda di setiap area ya? Walau masih ada saja yang menyembunyikan informasi SAR produknya seperti ditulis di sini.
Perlu dibedakan antara frekuensi radio dan frekuensi radiasi. Sepertinya ini kekeliruan sang guru besar :p. Frekuensi radio ponsel mencapai 1,8 GHz, tapi frekuensi radiasinya hanya berkisar 2 W/kg (perhatikan satuan yang digunakan pun berbeda). Lalu berapa tingkat SAR untuk SUTET? Belum tahu, karena belum menemukan padanan yang tepat untuk SUTET dalam bahasa Inggris 🙂 (yap alasan lagi).
Kontroversi soal apakah benar ponsel dapat menyebabkan kanker memang belum tuntas. Menarik sekali bagaimana How Stuff Works menyebutnya di artikel ini:
It’s still unclear as to whether cell phones actually cause any significant damage to the human body. Studies continue to contradict one another on the issue. Additional studies may shed some light on the true effects of cell-phone radiation, but will likely only confuse consumers even further. In the meantime, millions of cell-phone users take whatever risk may be involved in using the devices.
Bacaan tambahan bagi yang ingin tahu secara lebih ilmiah:
- How Cell-phone Radiation Works
- Mobile phone radiation and health
- Cell phone radiation levels
- FCC – SAR
- Specific absorption rate
Atau ada yang bisa memberikan penjelasan ilmiah yang lebih detil, sederhana dan mudah dimengerti? Silakan mengoreksi bila ada fakta yang salah di artikel ini.
Amir Karimuddin said:
katanya sih SUTET itu english-nya “high-tension transmission lines” 😀
Tapi tetep ndak nemu tentang SAR-nya..
R. Ferdy Ferdian said:
@anta: thx infonya om
@amir: mir, mana dedicated SAR website dari SonyEricsson? 🙂
Adityo Ananta said:
Sony Ericsson menaruh informasi SAR di masing2 detil produknya, jadi harus pilih ponselnya dulu, misal untuk W950i
repot nih .. 🙂
Adityo Ananta said:
Sony Ericsson menaruh informasi SAR di masing2 detil produknya, jadi harus pilih ponselnya dulu, misal untuk W950i itu pun masih harus di-download lagi pdf nya
repot nih .. 🙂
macangadungan said:
weehh…
gw jg srg denger itu mah, radiasi henpon, oven, TV..ktanya bahaya gtu kan
serem jg yah
tp- hr gini kyanya ga bisa hidup tnp henpon (dan televisi) hehehehhe
arif said:
so…kesimpulannya masih ngambang ya? :p
Kobal Sangaji said:
Salam kenal..gw ngasih komen semampu gw jadi pada dasarnya radiasi ponsel tidak bisa disamakan dengan radiasi dari suntet karena hanya berbeda frekuensi. Karena pada dasarnya yang mempengaruhi daya tembus ke tubuh adalah panjang gelombang. Pada alat terapi yang dipakai oleh dokter rehabilitasi dengan tim fisioterapinya maka hal ini menentukan tingkat kedlaman penetrasi. Jadi tidak hanya bergantung faktor frekuensi saja. Perkembangan ilmu fisika dalam “The Law of Universe” membuat terobosan baru dalam tingkat terkecil dari tubuh kita. Kalau dulu di sebut sel tetapi ternyata terdapat yang lebih kecil lagi yaitu inti sel. Dalam fisika juga demikian kalau dulu atom adalah zat terkecil tetapi sekarang ada lagi (lp gw namanya). Nah terdapat perbedaan dalam ilmu kedokteran bahwa dulu reaksi enzimatik atau hormon menentukan proses biologi tetapi dalam perkembangan terakhir ilmu fisika memegang peranan karena tiap inti atom mempunyai frekuensi tertentu yang ternyata membuktikan bahwa reaksi fisika mendahului reaksi kimia dalam tubuh. Jadi radio frekuensi sangat berpengaruh terhadap proses metabolisme tubuh. Mutasi genetik adalah mutasi spontan atau bisa kesalahan dalam pencetak kode protein yang terjadi di inti sel. Hal ini mengakibatkan terjadinya kanker. Sehingga dapat dikatakan bila suatu benda memiliki radio frekuensi dan panjang gelombang yang tepat maka akan dapat merangsang timbulnya mutasi sel. Handphone berbeda dengan suntet karena suntet itu arus tegangan besar sehingga seperti hukum Faraday ada arus, arah arus dan besar arus sehingga efek elektromagnetik yang terjadi sangat luas. Penduduk tinggal dalam lembah elektromagnetik yang kuat sehingga mungkin dapat memicu efek mutasi karena frekuensi tegangan kita sering naik turun. Nah berapa panjang gelombang dan frekuensi yang bisa memicu mutasi ..??? belum ada publish resmi. Salam kenal mas
Adityo Ananta said:
@Kobal
Makasih pak dokter spesialis rehabilitasi medis atas penjelasannya 🙂
beda memang penjelasan ahli dan yang sok tahu seperti saya 😀
btw, materi yg lebih kecil dr atom itu namanya Quarks
Ok, salam kenal juga
gaber said:
radiasi atau tanpa radiasi yang penting tetep bisa selingkuh lewat hp……he..hee…
gaber said:
radiasi atau apapun namanya…yang penting sekarang bisa nggaya pake hape mewah…..apalaigi yang sudah multi media…..perkara mati itu dah ada jatahnya…yang peenting sekarang happy live aja lah…..hidup para pengguna Handphone………
avizen said:
posting ini sdh lumayan lama tapi saya ingin komentar juga. Ikut aja di komunitas gifter. Kami berusaha menetralisir energi negatif dengan orgonite.
yayuk said:
Di Bali yg kecil n indah ni.mw dibangun sutet.mending pke lampu dari obor lgi yar bali makin tradisional, unik, n damai….. ga adil banget, mengorbankan sebagian kecil wilayah or penduduk untuk dpt listrik…. mereka juga manusia….
mohsyafei said:
gimana katanya udah dapet konfensasi sutet tapi giliran sakit tanggung sendiri sepenuhnya giliran dapet tapi dipotong 50%
tonner63 said:
Saya copy paste dari sumber : SINAR HARAPAN ttg IPTEK dan LINGKUNGAN , Mudah2an dapat membantu :
SUTET, Berbahaya tapi Minim Studi
Oleh
Merry Magdalena
JAKARTA – Bahaya dari SUTET masih belum bisa dipastikan secara ilmiah. Di sisi lain, ada sederetan bahaya yang mengintai bagi warga sekitar. Bahaya apa sajakah itu?
Konflik pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) belum jua reda. Demo warga yang merasa dirugi-kan masih marak. Pihak pembangun sendiri, PLN, berkeras tak mau memenuhi tuntutan warga.
Sebenarnya bagaimana imbas SUTET bagi warga sekitar? SUTET merupakan medan elektromagnetik yang secara teknis dapat menimbulkan beberapa akibat. ”Medan elektromagnetik di bawah jaringan dapat menimbulkan suara atau bunyi mendesis akibat ionisasi pada permukaan konduktor yang kadang disertai cahaya keunguan. Bulu atau rambut pada bagian tubuh bisa berdiri akibat gaya tarik medan listrik yang kecil,” ungkap Dr Ir Marzan A Iskandar, Deputi Kepala Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material dan Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (TIEML-BPPT) kepada pers di Jakarta, Senin (13/2).
Belum Pasti
Bahkan, lampu neon dan tes pen dapat menyala redup akibat dari mudahnya gas neon di dalam tabung lampu dan tespen terionisasi. Kondisi lain adalah adanya kejutan lemah pada sentuhan pertama terhadap benda-benda yang mudah menghantar listrik, seperti pada atap seng, pagar besi, kawat jemuran, dan badan mobil.
Imbas dari radiasi medan elektromagnetik ini juga dapat terjadi pada tubuh manusia. Menurut Marzan, walau berfrekuensi rendah, medan magnet akan menimbulkan lingkaran arus listrik pada tubuh manusia. Besarnya arus listrik yang ditimbulkan tergantung pada kuatnya medan magnet yang ada. Jika terlalu besar, arus listrik ini dapat menimbulkan rangsangan pada sistem saraf dan otot atau mempengaruhi proses biologi.
Dari beragam kajian medis, ada pro dan kontra ihwal imbas negatif SUTET terhadap kesehatan manusia. Marzan mengutip studi yang dilakukan Wertheimer dan Leeper pada tahun 1979 di AS. Mereka menggambarkan adanya hubungan kenaikan risiko kematian akibat kanker pada anak dengan jarak tempat tinggal yang dekat jaringan transmisi listrik tegangan tinggi. Tapi, studi ini dikoreksi oleh ilmuwan lain, yakni Savitz dan Fulton yang justru menyatakan tidak ada hubungan antara tempat tinggal yang berdekatan dengan SUTET terhadap risiko kematian.
“Tidak ada jawaban yang pasti tentang pengaruh SUTET bagi kesehatan, namun ada konsensus umum jika ada risiko pada kesehatan manusia, ancaman tersebut sangat kecil atau terfokus pada satu subkelompok dan tidak terjadi terhadap publik umum,” ujar Marzan.
Bahaya
SUTET merupakan saluran atau hantaran udara un-tuk mentransmisikan daya elektrik pada tegangan 500.000 volt atau 500 kilo volt (kv). Tegangan setinggi ini diperlukan untuk menekan susut daya dan susut tegangan di saluran transmisi yang panjang.
Tegangan ekstra tinggi banyak dipakai di Eropa dan Asia. Tegangan ultra tinggi, 765 kv dan 1.100 kv dipakai di Amerika dan Rusia. Pada tegangan yang sangat tinggi ini, saluran udara dipilih karena biaya konstruksinya jauh lebih murah dibanding bila menggunakan kabel bawah tanah.
Menurut Dr Ir Pekik Argo Dahono dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII), bahaya elektrik pertama yang harus kita hindari adalah sentuhan atau sengatan listrik. “Tingkatan bahaya akibat sengat elektrik sebanding dengan besarnya arus yang mengalir melalui badan kita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa arus sengat baru akan terasa jika besarnya lebih dari 1 ma atau seperseribu Ampere,” ungkap Pekik dalam kesempatan serupa.
Besarnya arus yang me-ngalir sebanding dengan tegangan dan berbanding terbalik dengan rsistensi atau ketahanan tubuh kita. Besarnya resistensi sangat ditentukan oleh kondisi dan bagian tubuh yang dialiri arus. Saat ini standar dan hasil penelitian menunjukkan bahwa batas aman tegangan sentuh adalah 50 v.
“Tentu fatal akibatnya jika kita sampai menyentuh konduktor yang bertegangan 500 kv. Untuk menghindari kejadian ini, SUTET dibuat dengan ketinggian yang cukup sehingga orang tidak mungkin menyentuhnya. Manusia juga tidak diizinkan secara terus-menerus tinggal di bawah SUTET untuk menghindari tekanan sengatan listrik,” cetus Pekik.
Bahaya kedua adalah panas dan daya ledak SUTET saat terjadi hubungan singkat akibat kecelakaan atau kerusakan alat. Karena tegangannya sangat tinggi, arus yang sangat besar akan mengalir jika SUTET mengalami hubungan singkat.
Pekik juga mengingatkan adanya risiko tegangan bocor yang mungkin saja terjadi. Pada 1970-an di Kanada, Amerika dan Australia sempat heboh adanya tegangan bocor dan pengaruhnya pada hewan ternak. Di sepanjang saluran transmisi terdapat konduktansi dan kapasitansi bocor. Arus mengalir melalui kapasitansi bocor dan kembali melalui tanah. Studi tentang tegangan bocor sampai hari ini belum pernah dilakukan di Indonesia. n
Copyright © Sinar Harapan 2003
Asep Muhammad Rizal said:
Thanks yang mengerti SUTET………………….
Asep Muhammad Rizal said:
SUTET adalah kompensasi,Politik masyarakat,dan segelintir birokrat yang butuh duit dan “penjualan” issue kesehatan, dan cara memperoleh duit dari yang tertindas,….dan KEJARI….pun manusia……BUTUH DUIT…dan butuh