Sedia payung sebelum hujan. Sedia jalan keluar sebelum kepepet. Politisi kita makin pintar saja. Sebusuk dan sesalah apa pun, karena sudah merencanakan dengan baik bisa lolos juga :(.

Dibuat Janggal

Contoh paling aktual, soal Seskab yang tidak menyangka hobi korespondensinya berujung masalah. Tentang renovasi KBRI di Seoul katanya suratnya palsu, buktinya banyak kejanggalan salah satunya tanda tangan dan stempel pun katanya beda. Lalu diralat surat itu memang dia yang menandatangani, tapi redaksionalnya diubah orang lain. Kok bisa ya?

Surat itu palsu atau tidak bukannya bisa dilihat dari nomor surat, untuk kemudian dicek dengan arsip? Masa tidak ada salinan suratnya di arsip? Dan juga belum terlalu lama tanggalnya. Memang sesulit apa sih mencari di arsip? Kalau memang surat itu diubah, bagaimana bisa dilakukan setelah ditandatangani? Lalu mana surat yang asli?

Huh, walau dalihnya kurang kuat, hanya karena surat itu banyak kejanggalan, ternyata cukup untuk menghindar dari tanggung jawab. Pelajaran yang bisa diambil: kalau mau membuat surat semacam itu, jangan pakai format resmi, jadi kalau ketahuan ada alasan surat itu palsu =p.

Menggagalkan RUU

Contoh lain. Sebuah RUU tengah dibahas. Untuk menolak berarti melawan arus, walau mungkin tapi sulit dilakukan. Bagaimana cara supaya RUU itu gagal atau ditolak masyarakat? Ternyata cukup masukkan satu atau beberapa pasal yang ambigu, sehingga menimbulkan kontroversi. Cara ini sepertinya manjur juga. Walau pasal-pasal lain bermanfaat, tapi karena ada pasal bermasalah, maka RUU itu akan mendapat penolakan. Lawan politik yang mengusung RUU itu pun mendapat cap tidak pro rakyat. Misal RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi, RUU tentang pendayagunaan air, dll.

Meloloskan Diri dari Pidana

Terdakwa sudah diajukan ke sidang, tuntutan telah diajukan, bukti memberatkan sudah cukup. Tinggal vonis menanti. Dan hasilnya … vonis bebas. Familier dengan situasi itu :p? Salah satu trik yang bisa dipakai untuk berhasil bebas adalah dengan membuat berkas-berkas tuntutannya cacat. Sepertinya untuk itu tidak perlu keluar terlalu banyak modal, dibanding dengan meminta tuntutan dibatalkan. Alasan alpa bisa dipakai. Dan vonis bebas pun sudah dijatuhkan. Bebas karena kesalahan administrasi.

Lho, siapa yang beli pulau?

Mau beli pulau kecil di Indonesia dan meminimalisir masalah? Beli saja sebagian tanah di pulau itu dan sisakan beberapa hektar. Nanti kalau ada yang protes tinggal bilang : “Saya cuma beli tanah kok”.

Lucu juga ya. Kalau ada WNA beli tanah di pulau yang besar, walau beli sampai ratusan hektar pasti juga tidak terlalu masalah. Tapi kalau beli pulau, walau cuma beberapa hektar, pasti ramai seperti saat ini. Sepertinya kata ‘pulau’ lebih berpengaruh daripada luas tanah yang dibeli.

Kasus Pulau Bidadari ini unik juga. Konon katanya dibeli dari tuan tanah lokal. Ada juga ya yang punya warisan pulau? Kalau bisa dibeli berarti ada sertifikatnya. Kalau ada sertifikat tanah berarti transaksi jual-beli nya seharusnya legal. Kecuali ada larangan menjual tanah ke orang asing. Adakah? Yang jelas aku tidak paham soal ini.

O ya, ada pulau lain di Indonesia yang dijual. Pulau Sultan, di dekat perbatasan dengan Singapura. Harganya US$ 27,5 juta. Tertarik? Silakan lihat di sini
=====

Apalagi ya? Itu dulu deh. Hmm, nulis seperti ini bisa jadi masalah ga ya? Dipanggil polisi atau diculik karena tulisan ini membuat ada yang tersinggung? Masa sih? Wong, di koran dan TV banyak yang lebih parah dari ini, tapi fine-fine aja (eh beneran fine-fine aja kan?). Lihat saja Republik BBM di Indosiar. Coba waktu dulu (era yang, tahulah sendiri) ada acara seperti itu juga. Yang bisa kita ucapkan pada seluruh pendukung acara itu adalah semoga cepat bebas ^-^. He he ….