Penetapan tanggal 1 Syawal tak pernah lepas dari perdebatan. Terutama di negeri kita ini. Bahkan sering menjadi pengotak-kotakan antara Muhammadiya, NU, atau organisasi massa Islam lainnya. Masyarakat hanya tahu perbedaan itu karene metode yang digunakan berbeda, tapi tidak ada yang mau repot-repot menjelaskan mengapa bisa berbeda. Semoga bukan untuk memaksa ‘pengikutnya’ untuk taklid buta dan silau oleh hegemoni masing-masing.
Lebih ironis lagi, perdebatan ini hanya muncul untuk penetapan 1 Syawal dan tidak pada bulan-bulan lain. Menakjubkan bukan bagaimana tanggal 1 Syawal hampir selalu berbeda (beberapa tahun terakhir) namun tanggal-tanggal lain tidak?
Dan lebih mengherankan lagi Muhammadiyah dengan sistem hisabnya beberapa tahun terakhir lebih sering menetapkan Ramadhan hanya 29 hari, sementara pemerintah dan NU yang menggunakan rukyat lebih sering 30 hari. Memang, berbeda dengan penanggalan Gregorian yang jumlah hari dalam sebulannya tetap (kecuali Fenruari), penanggalan Hijriah jumlah hari dalam sebulannya berfluktuasi 29-30 hari. Tapi bagi orang awam yang buta soal astronomi, fenomena yang terjadi di Indonesia ini aneh. Seperti yang pernah kutuliskan sebelumnya.
Hisab dan rukyat, keduanya merupakan ilmu astronomi yang seharusnya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Ketidaksesuaian hasil keduanya, menurutku berarti 2 hal: salah satu metode salah penerapannya, atau keduanya salah. Kehadiran LSM semacam Rukyatul Hilal Indonesia seharusnya dapat memberi pencerahan.
Rukyatul Hilal Indonesia (RHI)
Lembaga yang dipelopori oleh Jogja Astro Club (JAC) ini seperti disebutkan dalam halaman ini bercita-cita utama melahirkan “Sistem Tunggal Penanggalan Islam di Indonesia“. Alhamdulillah, akhirnya ada juga yang pedulis soal ini :).
RHI dalam situsnya juga memberikan penjelasan secara lumayan detil mengenai sistem hisab dan rukyat. Hmm, ternyata tidak sesederhana namanya ^-^.
Kembali ke soal penetapan tanggal 1 Syawal. Untuk tahun ini, 1428 H, penjelasan mengenai kapan jatuhnya tanggal 1 Syawal menurut berbagai metode bisa dilihat di halaman ini . Lengkap dengan ilustrasi yang cukup membantu.
Hmm, memang hasilnya tetap berbeda untuk metode yang berbeda. Tapi setidaknya ada usaha untuk menyatukannya, dan ada penjelasan ilmiah di baliknya.
Mana yang diikuti kembali ke pribadi masing-masing. Tidak perlu sampai berdebat. Karena perbedaan ini seharusnya bisa menjadi rahmat ;).
dwi Yanto said:
Perbedaan adalah rahmat adalah suatu hal yang mustahil dan hadits tersebut pun bukan shahih, mengenai perbedaaan dalam ppenetapan 1 syawal sungguh sangat di sesalkan kita sebagai mayoritas umat dan umat islam terbesar tak seharusnya mempunyai perbedaan dalam hal tersebut, bukankah sudah ada lembaga independen, Menteri Agama yang punya Otoritas kenapa juga kita mesti mengikuti ORMAS yang menggunakan cara-cara yang tidak dicontohkan Rasulullah bukankah kita dianjurkan mengikuti sunnah rasul, apa susahnya sih mengikuti sunnah rasul daripada sekedar ego dan gengsi terhadap ormas-ormas yang mereka naungi.
Apakah kalian tidak sadar bahwa kami yang dibawa selalu bertanya2 kenapa mesti berbeda..hati kecil kami menjerit tapi anda2 terus mengikuti kemauan anda sendiri.
Rie said:
setujuuuu…!
Rendra said:
Kalau menurut saya mengenai kenapa perdebatan hanya 1 syawal dan bulan lain tidak adalah karena memang hanya awal dan akhir ramadhan saja orang2 melakukan rukyah. Karena ini terkait halal-haram. Pada bulan lain cukup dengan perhitungan astronomi saja.
Adapun pada bulan dzulhijjah, perdebatan hanya terjadi di saudi saja.
Rendra said:
Oh iya, selain itu menarik juga di cermati bahwa perhitungan astronomi juga sangat umum digunakan untuk menentukan waktu sholat.
Jarang ada masjid yang adzan setelah melihat apakah matahari sudah tergelincir saat dzuhur atau adzan asar setelah panjang bayangan sama dengan panjang benda.
Umumnya masjid menggunakan tabel waktu solat yang tentunya didapat dari perhitungan astronomi.
zazu said:
perbedaan merupakan suatu pelajaran yg sangat berharga bagi saya. karena saya tercipta bukan manusia yang paling sempurna. dengan perbedaan ini membuat saya sadar diri akan kekurangan saya. dengan perbedaan ini saya bisa mengetahui mana yang benar dan mana yang paling benar. dengan perbedaan ini membuat hidup saya menjadi lebih hidup. dengan perbedaan ini saya bisa mengambil sikap yg musti dilakukan. yang utama dan yang pertama bagi saya adalah benar dan paling benar menurut Alloh dan Rasul. ketaatan kita hanya padanya dan uli amri
Sofian J. Anom said:
Saya justru heran kalau ada yg mengatakan bahwa Perbedaan adalah rahmat adalah suatu hal yang mustahil. Dalam hal ini saya tidak akan mengutip Hadits maupun ayat Al Qur-an, melainkan menggunakan logika saja.
Seandinya adanya perbedaan bukanlah rahmat, betapa banyak di dunia ini yg tidak mendapatkan rahmat Tuhan. sebab di dunia ini tidak ada sesuatu pun yg serba sama. Atau dengan kata lain segala sesuatu pasti memiliki pebedaan. Kalau adanya perbedaan itu bukan karena rahmat, maka celakalah kita semua.
Dalam mengahadapi adanya perbedaan ini, sebenarnya tergantung dari cara kita berpikir dan bersikap. Sebab perbedaan merupakan sesuatu yg niscaya (sunnatullah).
Adityo Ananta said:
Hmm, pemerintah sudah memutuskan tanggal 13 Oktober, silakan mengikuti yang mana saja, tidak perlu merasa paling benar.
Dan yang terpenting jangan lebaran hari Sabtu, tapi hari Jum’atnya sudah tidak puasa 😉
Tapi tetap saja menurut saya, kalau 2 ‘rumus’ untuk menghitung hal yang sama memberi hasil berbeda, berarti ada yang kurang tepat, hmm ….
yoyok said:
Hanya pemerintah yang berhak menetukan 1 Syawal dan umat wajib mengikutinya, jangan hanya karena Ego lebih pandai, lebih canggi, dll mengorbankan rakyat banyak. kami yang dibawah selalu merindukan merayakan Lebaran bersama, jangan membungkus Ego dan Gengsi dengan dalil toleransi. Hanya di Indonesia Hari raya Idul Fitri sering berbeda????
yoland said:
Iya tu mengapa ada ormas yang merasa sok benar sendiri jauh2 hari sudah menentukan 1 Syawal kan ada pemerintah, pikirkan rakyat yang di bawah jangan hanya memaksakan Gengsi!!!
Rahmat said:
Mangkanya kenapa Islam selalu kalah, menentukan 1 Syawal aja ada yang menurut ama pemerintah, merasa paling benar, paling pintar, dll. Saya ingat hadis nabi “Tangan Allah SAW bersama Jama”ah, Setiap Muslim hendaknya bershaum dan berbuka bersama pemerintah negerinya Masing-masing”. Biar Ormas yang merasa punya hak menetukan 1 Syawal dan merasa paling benar itu di hukum oleh Allah SAW karena memecah belah dan membuat umat bingung… Setuju???
Sujiono said:
Setuju… Biar dilaknat oleh Allah Ormas yang sok pintar dan sok benar, masak mengaku Ormas pintar dan terdidik berdiskusi dengan masyarakat dan pemerintah aja ndak mau…. Mereka selalu berdalih perbedaan adalah rahmat, aku pikir dalam hal ini perbedaan adalah menunjukkan kebodohan umat Islam. Gimana mau menang melawan musuh2 Islam, bersatu dalam hal sepele aja ndak mau?
voxy said:
Secara Akal bisa dimaklumi bahwa:
“Ketika umat tidak memiliki satu kepemimpinan kolektif, umat bergerak sendiri-sendiri”.
Kejadian baik dalam skala global maupun lokal yang muncul setiap meyambut 1 Syawal berulang terus, sampai nanti ketika kemunculan Imam Mahdi Afs tiba ………semoga Allah segera memunculkannya….Amin
Iman Mahfud said:
Sakit benar rasanya selalu Lebaran berbeda sesama keluarga, lingkungan, bahkan sebangsa. Aku ndak habis pikir dengan Para pemimpin apalagi Ormas yang memnetapkan 1 Syawal secara sepihak, tanpa mau berdiskusi dengan pemerintah dan ormas lain. Mungkin bagi mereka bisa berbeda dari lain itu sebuah kenikmatan dan kebanggaan ya??? Ya Allah sadarkan para pemimpin Agama kami dari jalan sesat dan dosa, ampuni mereka… Semoga Tahun depan Kami bisa Lebaran bersama-sama… Amien.
nuning said:
Iya-ya kok ndak bisa kompak ya? padahal kan sepele, mungkin benar rekan-rekan mereka lebih bangga dengan Ormasnya daripada dengan Islamnya???
Totok_Surabaya said:
setuju pool, dikira umat ini mainan apa… tinggal rembukan aja sulit kayak anak TK. Bangsa lainnya sudah sampai bulan, kita masih berdebat kapan bulan terbit….
Fanani said:
aku pikir solusinya hanya satu, yaitu kerendahan hati para pemimpin ormas untuk mau mendengar argumen ormas lain dan sifat benar sendiri. serta menyerahkan penetapan 1 syawal kepada yang berhak dalam hal ini departemen agama dan MUI. tanpa itu semua sudah pasti tidak ada titik temu dan pasti umat islam khususnya umat islam indonesia terus jadi pecundang.
Adityo Ananta said:
Tujuanku membuat tulisan ini bukan untuk saling hujat. Masyarakat tidak pernah diberi penjelasan cukup mengapa bisa terjadi perbedaan.
Idealnya, dalam 1 negara seharusnya memang ada kesepakatan bersama. Metode mana pun yang digunakan asal syar’i bukanlah masalah.
Apa guna merasa benar sendiri? Toh, masing-masing metode punya dasar kuat.
Sementara belum bisa satu kata, alih-alih mengatakan: “ikut pemerintah atau ormas A atau ormas B?”, kenapa tidak bilang, misal: “ikut kriteria rukyatul hilal atau wujudul hilal?” 🙂
sehan s said:
Dengan adanya perbedaan 1 Syawal ini , berarti tidak tegasnya pemerintah dalam menentukan suatu masalah kepada rakyatnya, dan Pemerintah sendiri menurut pengamatan kami baik itu Masa Orde Baru sampai dengan Masa Reformasi ini seakan-akan selalu mengesahkan Tanggal 1 Syawal sebagai hari Libur resmi dan tidak pernah bergeser sedikitpun , pokoknya yang merah itu yah itu harus 1 Syawal . Dan kalau Pemerintah menetapkan 1 Syawal dengan Rukyatul Hilal yach harus konsekwen , buat saja hari libur khusu 1 Syawal dengan 3 hari antara tgl. 30 Ramadhan atau 1 Syawal dan 2 Syawal jadi ada kepastian bahwa 1 Syawal itu berdasarkan Rukyatul Hilal …..dan hari liburnya dibuat 3 hari
Hanan said:
Muhammadiyah dalam penentuan 1 syawal menggunakan hisab (perhitungan), pemerintah menentukan 1 syawal sejak kalender masehi diterbitkan, dalam arti pemerintah menggunakan perhitungan juga.
Pertanyaanya, keduanya menggunakan perhitungan tapi hasilnya kok berbeda? Perhitungan ala apa yang digunakan pemerintah?
Sepanjang yang saya ketahui, setiap ada perselisihan penentuan 1 syawal, pemerintah tidak pernah menggeser penanggalanya. Tanya ken napa ?
Rinto said:
Saya pikir pemerintah dalam penentuan 1 Syawal mengunakan dua metode serta menyertakan seluruh elemen agama Islam di Indonesia. Tapi bagaimana mau rembukan jika ada sala satu elemen agama Islam sudah jauh2 hari menentukan tanggal 1 Syawal dan tidak bisa di rubah, tentu sulit untuk melakukan diskusi. Tapi memang standar hitungan menentukan 1 Syawal antara satu elemen sangat berbeda-beda, inilah yang penting setiap elemen dan pemerintah duduk bersama untuk mentukan SOP (standar oporatianal proses) yang baku untuk menentukan penanggalan Hijriah, tapi tentu dengan syarat setiap elemen/Ormas harus meninggalkan ego dan kesombongannya untuk menerimah hasil musyawarah.
Tentu kita tidak boleh menutup mata bahwa ini adalah masalah yang sangat penting, meskipun kita kedepankan toleransi perbedaan beragama. Saya sebagai umat Islam dibawah tentu sangat merindukan dapat lebaran bersama-sama, tanpa merasa dikotak-kotak, dan dalam hati kecil saya sangat malu karena hanya umat Islam di Indonesia yang sering berbeda dalam merayakan 1 Syawal.
hanan said:
Pada pertemuan antara Din Syamsuddin dan Hasyim Muzadi pada kesempatan sebelumnya sebenarnya sudah sepakat bahwa konjungsi terjadi pada tanggal 11 Okt 2007. Ini berarti tanggal 12 Okt 2007 sudah memasuki bulan berikutnya. Hanya saja kawan2 NU tetap melakukan ru’yah untuk penetapan 1 syawal.
Maaf, saya melihat sidang2 isbath yg dilakukan pemerintah hanya bersifat formalitas. Seandainya pemerintah mau juga sedikit legowo, tentu tahun lalu pemerintah bisa berlapang dada mempertimbangkan mayoritas ummat untuk berlebaran terlebih dulu. Tapi kenyataanya pemerintah bersih keras untuk mengikuti penanggalanya.
Tapi saya sadar kalau sangat susah bagi pemerintah untuk merubah penanggalan sewaktu2. Karena pertimbangan banyak hal yang terkait. Tapi sebenarnya jika mau pasti bisa. Karena ternyata banyak negara2 mayoritas muslim di timur tengah bisa melakukannya.
Tidak bisa dipungkiri, lebaran tidak bersama2 mendewasakan umat kita. Lebaran itu hanya pertanda berakhirnya ibadah shoum di syahrul Mubarok. Semestinya ini tidak terlalu dibesar2kan, karena indikasi disunnahkan puasa syawal pada tanggal ke-2 menandakan idul fitri itu hanya jedah sejenak untuk kembali beribadah. Takbirpun hanya disunnahkan ketika memasuki senja malam 1 syawal sampai sholat ied dilaksanakan, malah ada pendapat yang menyatakan hanya disunnahkan pada saat berangkat sholat ied hingga sholat didirikan. Wallohu a’lamu.
Ridwan said:
Memang sudah ada pertemuan ketua Muhamadiyah dan NU tapi tidak menyepakati bahwa 1 Syawal jatuh pada tanggal 11 Okt 2007, karena stadar yang dipakai Muhamadiya dan NU berbeda, bagi Muhamadiya 1 Syawal jatuh ketika sudah terjadi konjungsi, tapi NU 1 Syawal jatuh ketika bulan sudah konjungsi dan diatas 2 derajat diatas ujuk ketika matahari sudah terbenam sesuai kesepakatan para menteri Islam negara-negara Islam, jadi NU tetap menunggu ru’yah pada 10 okt. Jadi di NU pada prinsipnya berpendirian bahwa NU hanya berhak untuk mengusulkan jatuhnya 1 Syawal, tapi otoritas penentuan tetaplah hak Pemerintah, jadi seandainya 1 Syawal jatuh pada tanggal 11 Okt 2007 kawan-kawan NU juga ikut Pemerintah.
Tapi pada prinsipnya kita menghormati keyakinan orang lain dan terus menjalin komunikasi dengan kawan-kawan Muhamadiyah sehingga pada saatnya nanti kita mempunyai standar dan parameter yang jelas tentang penanggalan Hijriyah, sehinggah umat Islam di Indonesia bisa merayakan 1 Syawal secara bersama-sama seperti umat Islam di negara lainnya… Amien
yusuf_tegar@hotmail.com said:
Saya pikir kita tidak bisa menyalahkan pemerintah Indonesia yang jelas2 hanya sebagai fasilitator dalam sidang penentuan 1 Syawal, semua elemen-elemen Islam diundang untuk musyawarah untuk menentukan 1 Syawal dan semua sepakat (hanya satu yang tidak) 1 Syawal jatuh pada tanggal 13 okt. tapi memang Pemerintah tidak tegas untuk menindak elemen-elemen yang tidak mematuhi kesepakatan tersebut..
Akhirnya hanya Indonesialah yang hari raya Idul Fitri dirayakan sampai tiga hari (Mulai kamis di Sulawesi, Juma’at oleh sebagian kecil umat Islam, Sabtu Elemen-elemen Islam dan Pemerintah)
Semoga Tahun depan hari raya Idul Fitri tidak dirayakan sampai 4 hari tapi cukup satu hari saja.
fathur said:
Kalau aku sih memilih ikut pemerintah, lebih aman karena yang paling banyak biasanya kan paling benar. lagian kalau setiap ormas dapat menentukan kapan lebaran, jadinya ya kayak gini dhe… lebaran bisa tiga hari berturut-turut (INDONESIA GITU LHO….)
hanan said:
Mas Fathur, kalau ikut yang banyak sih, harusnya ikut yang tanggal 12. Karena Hampir semua negara muslim di timur tengah berlebaran tgl tsb kecuali Mesir dan Oman (Detik.com 12 Oktober 2007 sekitar jam 4 subuh WIB). Hehehe
Ada koreksi sedikit buat mas Ridwan, karena sudah beberapa kali teman2 NU tidak berlebaran bersama pemerintah. Saya tidak tahu kalau ada kebijakan baru di NU.
Dan jika kita berpikir ingin berlebaran bersama, harusnya kita berfikir lebih global, karena saudara kita tidak hanya berada di Indonesia.
Salam berbagi.
Fathur said:
Repot kalau debat dengan Ormas sok benar dan pintar… Kapan umat Islam bisa maju kalau ego golongan lebih besar dari ego Islam????
Ridwan said:
Di semua negara Islam, perbedaan ‘Idul Fitri itu hampir tidak terjadi atau sangat jarang terjadi; di semua negara Teluk, di semua Negara Timur Tengah, di Afrika Utara, di Asia Tengah, dan di negara-negara ASEAN (tentu saja kecuali Republik Indonesia) semua rakyatnya dapat merasakan kebersamaan dan kebahagiaan ‘Idul Fitri, sebab pemimpin-pemimpin dan ilmuwan-ilmuwan/ulama’ di negeri-negeri tersebut jauh lebih melihat bahwa ‘Idul Fitri milik umat Islam seluruhnya, bukan milik kelompok dan golongan. Indonesia dengan berjuta-juta penduduk memang dapat dibanggakan dengan banyaknya ulama’ dan ilmuwan-ilmuwannya; baik yang ahli dalam bidang ru’yah maupun hisab/astronomi tidak terhitung banyaknya. Tapi hal serupa juga kita dapatkan dengan melimpah ruah di Mesir, di Timur Tengah, di Afrika Utara, di Asia Tengah dan juga di semua Negara ASEAN; negara-negara tersebut juga punya ulama-ulama besarnya yang bahkan mendunia yang negara kita saat ini belum mampu melahirkannya, dan tentu negara-negara tersebut juga punya pakar-pakar falak dan ahli ru’yah yang mungkin lebih senior dari Indonesia, tapi di manakah suara dan pendapat ulama’-ulama’ negeri-negeri tersebut ketika menentukan ‘Idul Fitri? Nyaris tak terdengar, dan bahkan tidak muncul. Dikarenakan mereka menyadari sepenuhnya bahwa urusan “mengumumkan” jatuhnya hari raya ‘Idul Fitri bukan ditangan individu atau kelompok; tapi di tangan ulil amri, para ulama’ dan ilmuan tugasnya adalah memberikan masukan yang akurat dan data valid kepada ulil amri tentang observasi hilal; itulah tanggung jawab mereka; dan bila terjadi kesimpangsiuran atau bila adu dalil tidak terelakkan di antara kubu-kubu yang ada, maka surat An-Nisa’: 59 difungsikan dan ditaati: “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasulullah dan kepada ulil amri dari kalian“. JADI ORMAS TIDAK BERHAK MENENTUKAN 1 SYAWAL TUGASNYA HANYA MENGUSULKAN KE PEMERINTAH…..
Adityo Ananta said:
Hmm, tidak sangka diskusinya jadi panjang, terima kasih untuk semuanya 🙂
Sebetulnya menarik bila diperhatikan, meski dibuat bingung, Alhamdulillah pada prakteknya sebagian besar masyarakat tidak ambil pusing soal perbedaan ini.
Menyenangkan melihat orang2 memaknai Idul Fitri sebagai momen silaturahmi. Yah meski dengan segala pernak-pernik yang tidak bisa dikatakan sempurna 🙂
Sayangnya, perdebatan seperti ini tampaknya masih akan terjadi pada beberapa tahun ke depan -_-`
OK, yang penting kita semua paham bahwa tidak perlu ribut soal ini. Lebih baik pikirkan tentang bagaimana hasil dari ibadah selama Ramadhan 😉
lalila said:
serba salah jadi umat jika pimpinannya kayak anak kecil…
rofik said:
Mungkin itu salah satu penyebabnya banyaknya aliran yg menyimpang dari Islam???
endri said:
seamat satu syawal 1430 H
Robiyanto said:
Kalau aku sih mendingan mengikuti pemerintah karna memang ada hadis nya hendaklah kita mengikuti kebanyakan (pemerintah yang memimpin dinegeri mu) saya yakin kalau semua masyarakat tunduk dan patuh pada pemimpin negerinya tentu tak akan ada perbedaan karna kita Indonesia bersatu mencapai kemenangan disetiap apapun Bagaikan Makmum yang mengikuti Imam diwaktu shalat. allah huakbar 2x Walillahilham
oentoeng ednanto said:
Bagaimana kalau untuk menentukan 1 syawal, dipilih umat Muhamadya, N,U, Ormas Islam, Pemerintah, menentukannya bergantian di tahun masehi, genap yang menentukan kelompok ini, yang ganjil kelompok itu. mungkin ini tidak akan membingungan umatnya, dan rasanya ada keadilan,dalam kehidupan bhineka tunggal ikaan di bumi Indonesia yang kita cintai bersama.
ferry said:
Seorang yg berpendidikan seharusnya dapat menggunakan akal dan pikiran yg lebih maju untuk kemaslahatan umat…sehingga umat muslim nantinya dapat berkopetensi lebih maju dengan non muslim..tidak seperti yg kita lihat keadaan selama ini..kita kalah karena kebodohan yang kita pelihara sendiri…Seharusnya kita adalah seorang yg PINTAR tp masih memelihara yg BODOH…???????????
Ping-balik: Berita 1 Syawal | BERITA TEKNOLOGI TERBARU
Ping-balik: Berita 1 Syawal | BERITA TEKNOLOGI TERBARU